WAHABI MEMBUNUH RIBUAN UMAT ISLAM DI THAIF
Idahram berkata, “Salafy Wahaby juga menyerang dan memberangus kota Thaif dengan alasan membebaskannya dari kemusyrikan. Penyerangan ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun 1217 Hijriah bertepatan dengan tahun1803 Masehi. Ketika itu kota Thaif berada di bawah pemerintahan as-Syarif Ghalib, gubernur kota Mekah. Padahal sebelumnya, antara as-Syarif Ghalib dan sekte Wahabi telah menjalin kesepakatan, namun mereka melanggarnya. . .
Di kota itu, mereka membunuh ribuan penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Yang paling biadab, mereka turut menyembelih bayi yang masih di pangkuan ibunya dan wanita-wanita hamil, sehingga tiada seorang pun yang terlepas dari kekejaman wahabi” (Muhammad Muhsin al-Amiin ; Kasy al-Irtiyaab h. 18), demikian perkataan idahram dalam bukunya hal 77
Idahram juga berkata, “Maka, pada bulan Muharram 1248 H, Wahabi berhasil memasuki kota Mekah dan menetap di sana selama 14 hari. Dalam tempo masa inilah mereka melakukan perusakan dan membuat ketetapan tentang larangan menziarahi makam para nabi dan orang-orang shaleh” (Rujuk fakta sejarah tersebut dalam kitab berjudul Kasyf al-Irtiyab hal 18 karya Muhammad Muhsin Al-Amiin), demikian perkataan Idahram dalam kitabnya hal 78
Idahram juga menukil perkatan Ahmad Zaini Dahlan :
“Ketika memasuki Thaif, salafy wahabi melakukan pembunuhan secara menyeluruh, termasuk tua renta, tokoh masyarakat dan pemimpinnya, membunuh golongan syarif (ahlul bait), dan rakyat biasa. Mereka menyembelih hidup-hidup bayi-bayi yang masih menyusu di pangkuan ibunya, membunuh umat di dalam rumah dan kedai-kedai kecil. Apabila mereka mendapati satu jama’ah umat Islam mengadakan pengajian al-Qur’an, maka mereka bersegera untuk membunuhnya sehingga tiada lagi yang tinggal di kalangan mereka. Kemudian mereka masuk ke mesjid-mesjid. Di situ mereka membunuhi orang-orang yang sedang rukuk atau sujud, merampas uang dan harta mereka. Lalu mereka menginjak-nginjak mushaf al-Qur’an dengan kaki-kaki mereka, termasuk kitab-kitab Imam Al-Bukhari, Muslim, kitab Fikih, nahwu, dan kitab-kitab lainnya setelah mereka merobek-robek dan menebarkannya di jalan-jalan, gang-gang dan kawasan tanah rendah….” (Ahmad Zaini Dahlan : Umara al-Balad al-Haram, ad-Dar al-Muttahidah lin-Nasyr, hal 297-298), sebagaimana dinukil oleh idahram dalam bukunya hal 79.
Demikianlah Idahram menukil dari dua buku, yang pertama buku Kasyf al-irtiyaab karangan seorang syi’ah Rofidhoh yang bernama Muhsin Al-Amiin, dan yang kedua dari buku Umaroo al-Balad al-Haram, karangan Ahmad Zaini Dahlan, yaitu seorang yang sangat benci kepada kaum salafy wahabi sehingga menjadikannya nekat untuk berdusta.
Sekilas jika kita membaca penukilan idahram di atas, maka kita sangat yakin kaum salafy wahabi adalah kaum yang kafir…, bagaimana bisa mereka nekat menginjak-nginjak al-Qur’an dengan kaki-kaki mereka??, menginjak-nginjak kitab shahih al-Bukhari dan shahih Muslim??!!. Ini merupakan kekafiran yang nyata. Justru kaum salafy wahabi sangat tegas dalam hal ini, jangankan menginjak al-Qur’an menghina syari’at Islam yang jauh lebih rendah dari Al-Qur’an bisa menyebabkan kekafiran menurut kacamata kaum salafy wahabi.
Karenanya tatkala membaca nukilan idahram di atas, seorang yang berakal sehat tentu tidak serta merta membenarkan hal ini. Jika nukilan di atas adalah tentang perbuatan kebiadaban kaum syi’ah rofidhoh maka mungkin masih diterima oleh akal sehat, mengingat keyakinan mereka bahwa Al-Qur’an menyimpang (dan bahkan benar-benar terjadi, sikap syi’ah Rofidhoh yang menginjak-nginjak al-Qur’an), akan tetapi jika tuduhan ini dituduhkan kepada kaum salafy wahabi yang begitu mengagungkan al-Qur’an dan kitab shahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim ??!!. Kalau syia’ah Rofidhoh yang melakukannya sangatlah mungkin, mengingat mereka memiliki versi kitab hadits sendiri yaitu Al-Kaafi karya Al-Kulaini, yang dimata mereka seperti shahih Al-Bukhari di sisi Ahlus Sunnah.
Tentunya kebenaran berita nukilan idahram tadi kembali kepada kebenaran dan kejujuran penyampai berita tersebut. Ternyata dua pembawa berita tersebut yang satu beragama syi’ah rofidhoh, sedangkan yang satunya lagi sufi fanatik yang membolehkan berdoa kepada selain Allah, kepada mayat-mayat yang sudah tidak bisa bergerak dalam kuburan mereka. Ada baiknya jika kita mengenal lebih dekat hakikat kedua pembawa berita ini…
Hakekat Penulis kitab Kasyf al-Irtiyaab
Seperti biasa idahram mengambil informasi tentang kebengisan kaum salafy wahabi dari para penulis syi’ah rofidoh. Penulis kitab Kasy al-Irtiyaab adalah Ayatullah Muhsin Al-Amiin al-‘Aamili seorang tokoh Rofidhoh masyhuur (silahkan lihat biografinya di : ar.wikipedia.org/wiki/محسن_الأمين_العاملي)
Karenanya buku Kaysf al-Irtiyaab ini ditampilkan di situs-situs sekte syi’ah Rofidhoh seperti di http://shiaonlinelibrary.com. Dan Muhsin Al-Amiin juga telah menulis sebuah kitab yang berjudul “أَعْيَانُ الشِّيْعَةِ” dalam rangka membela sekte syi’ah (silahkan lihat muqoddimah putra penulis yang bernama Hasan Al-Amiin, Kasyf al-Irtiyaab hal 5, cetakan Muassasah Daar al-Kitaab al-Islaami, cetakan kedua)
Bahkan muqoddimah yang ditulis oleh Muhsin Al-Amiin di awal kitab Kasyf al-Irtiyaab menunjukkan aqidah syi’ahnya. Ia berkata :
“Tatkala lemah kekuatan para raja islam, maka dampaknya adalah kaum wahabi –yaitu dari kalangan arab badui Najd- menguasai negeri Hijaaz dan Al-Haromain yang mulia (Mekah dan Madinah) dan penghancuran lokasi-lokasi ziarah kaum muslimin, diantaranya adalah kubah para imam Ahlil Bait alaihimus salaam, dan adrihah mereka yang ada di baqi’ demikian juga kubah-kubah kedua orang tua Nabi (ص) Abdullah dan Aminah, serta kubah kakek-kakek beliau dan paman-paman beliau dan sahabat-sahabat beliau, serta ummaahatul mukminin, dan Hawaa ibu para manusia, qubah para ulama dan kaum sholihin, kubah anak-anak Nabi (ص) dan sejumlah keluarga dan sahabat-sahabatnya, dan penghancuran seluruh lokasi yang diziarahi dan dicari keberkahannya di hijaaz…. Dan menjadikan kuburan para pembesar kaum muslimin dan para imam agama ini setelah diratakan dengan tanah….” (Kasyf al-Irtiyaab hal 6)
Ia juga berkata:
“Tatkala kaum wahabi masuk ke kota thoif maka merekapun meruntuhkan kubah Ibnu Abbas, sebagaimana yang mereka lakukan pertama kali, dan tatkala mereka masuk ke kota Mekah al-Mukarromah maka mereka meruntuhkan kubah Abdul Muththolib kakek Nabi (ص) dan kubah Abu Tholib paman Nabi” (Kasy al-Irtiyaab hal 53)
Perhatikanlah aqidah sang penulis dari sekte Syi’ah Rofidoh yang hobi beribadah di kuburan dan menyembah para penghuni kuburan. Bahkan sampai kuburan-kuburan orang kafir pun dibela olehnya.
- Dalil-dalil yang shahih menunjukkan bahwa kedua orang tua Nabi shlalllahu ‘alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kafir.
- Kakek-kakek Nabi manakah yang beragama islam?
Yang dihancurkan juga adalah kubah-kubah kuburan, yang memang telah diperintahkan oleh Nabi untuk dihancurkan dan diratakan, sebagaimana telah lalu penjelasannya.
Memang kaum syi’ah Rofidhoh para penyembah kubur lebih memuliakan kubah-kubah tersebut daripada masjid-masjid rumah-rumah Allah.
Kita mengingatkan kembali kepada para pembaca yang budiman tentang perkataan Al-Imam As-Syafii:
لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَشْهَدَ بِالزُّورِ مِنَ الرَّافِضَةِ
“Aku tidak pernah melihat seorangpun dari para pengikut hawa nafsu yang lebih bersaksi dusta dari Rofidhoh’ (Hilyatul Awliyaa’ 9/114)
Hakekat penulis kitab Khulaashotul Kalaam fi ‘Umaroo al-Balad al-Haroom
Penulis kitab ini adalah Ahmad Zaini Dahlan yang sangat benci kepada keberhasilan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Selain kitab Khulaashotul Kalaam fi ‘Umaroo al-Balad al-Haroom, ia juga menulis kitabnya yang lain yang berjudul “Ad-Duror As-Saniyyah fi ar-Rod ‘alaa al-Wahhaabiyah”. Kitabnya yang kedua ini telah dibantah oleh seorang ulama india yang bernama Syaikh Muhammad Basyiir As-Sahsawaani al-Hindi dalam kitabnya yang berjudul “Shiyaanatul Insaan ‘an waswasah As-Syaikh Dahlaan” (Penjagaan manusia dari igauan syaikh Dahlan). Dalam bukunya beliau mengungkap kejahilan syaikh Dahlan, dan juga membongkar kedustaan Syaikh Dahlan.
Banyak kedustaan-kedustaan Syaikh Dahlan yang telah diungkapkan oleh Syaikh As-Sahsawani Al-Hindi (silahkan para pembaca menelaah sendiri kitab yang sangat bermafaat tersebut, dan bisa di download di http://d1.islamhouse.com/data/ar/ih_books/single/ar_Maintenance_rights_and_Sousse_Sheikh_Dahlan.pdf). Bahkan kitab Syaikh As-Sahwaani ini telah diberi kata pengantar oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridlo, salah seorang ulama Mesir yang sangat masyhur.
Akan tetapi –pada kesempatan ini- saya hanya menyampaikan dua kedustaan Dahlan yang terkesan sangat konyol yang nekat diciptakan oleh Syaikh Dahlan untuk merusak citra dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhaab. Yang lucunya ternyata idahram juga ikut-ikutan menukil sebagian kedustaan-kedustaan konyol tersebut. Diantaranya adalah :
Pertama : Tuduhan Dahlan bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab menganggap dirinya adalah seorang Nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ahmad Zaini Dahlan berkata :
كانوا يصرحون بتكفير الامة من منذ ستمائة سنة وأوّل من صرح بذلك محمد بن عبدالوهاب فتبعوه على ذلك وإذا دخل انسان في دينهم وكان قد حج حجة الاسلام قبل ذلك يقولون له حج ثانيا فان حجتك الاولى فعلتها و انت مشرك فلا تسقط عنك الحج و يسمون من اتبعهم من الخارج المهاجرين ومن كان من أهل بلدﺗﻬم يسموﻧﻬم الانصار والظاهر من حال محمد بن عبد الوهاب انه يدعي النبوة إلا أنه ما قدر على إظهار التصريح بذلك وكان في اوّل أمره مولعا بمطالعة أخبار من ادعى النبوة كاذبا كمسيلمة الكذاب و سجاح والاسود العنسي و طليحة الاسدي واضراﺑﻬم فكأنه يضمر في نفسه دعوى النبوّة و لو أمكنه إظهار هذه الدعوة لأظهرها وكان يقول لأتباعه إني أتيتكم بدين جديد ويظهر ذلك من أقواله وأفعاله ولهذا كان يطعن في مذاهب الائمة و اقوال العلماء ولم يقبل من دين نبينا صّلى الله عليه وسّلم إلا القرآن ويؤوله على حسب مراده مع انه انما قبله ظاهرا فقط لئلا يعلم الناس حقيقة أمره فينكشفوا عنه بدليل انه هو واتباعه انما يؤولونه على حسب ما يوافق اهواءهم لا بحسب ما فسره به النبي صّلى الله عليه و سّلم و اصحابه و السلف
“Mereka menyatakan dengan jelas akan kafirnya umat semenjak enam ratus tahun, dan orang yang pertama kali terang-terangan dengan pengkafiran umat adalah Muhammad bin Abdil Wahhaab, maka merekapun mengikutinya. Dan jika ada seseorang yang masuk dalam agama mereka –dan ia pernah haji islam sebelumnya- maka mereka berkata kepadanya, “Hajilah engkau lagi, karena hajimu yang pertama engkau laksanakan padahal engkau dalam keadaan musyrik, maka kewajiban hajimu belum gugur”. Mereka menamakan orang-orang yang mengikuti mereka dari daerah luar dengan nama “Muhaajirin”, dan orang-orang yang berasal dari daerah mereka, mereka namakan kaum “Anshoor”.
Yang dzohir (nampak) dari kondisi Muhammad bin Abdil Wahhab bahwasanya ia mengaku sebagai nabi, hanya saja ia tidak mampu untuk menyerukannya terang-terangan.
Perkara pertama yang disenanginya adalah membaca kabar-kabar tentang orang-orang yang mengaku dusta sebagai nabi, seperti Musailamah Al-Kadzdzaab, Sijaah, Al-Aswad Al-‘Anasi, Tulaihah Al-Asadi, dan semisal mereka. Maka seakan-akan ia menyimpan dalam hatinya pengakuannya sebagai nama, dan jika memungkinkannya untuk menampakkannya maka akan ia nampakkan. Ia berkata kepada para pengikutnya, “Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa agama baru”. Hal ini nampak dari perkatan-perkataan dan perbuatan-perbuatannya. Oleh karenanya beliau mencela madzhab para imam dan mencela perkataan para ulama, dan ia tidak menerima dari agama Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali hanya al-Qur’an, dan ia menta’wil al-Qur’an berdasarkan keinginannya, padahal ia hanya menerima al-Qur’an secara lahiriah saja agar orang-orang tidak mengetahui hakekat dirinya yang sesungguhnya (bahwa ia mengaku nabi-pen) sehingga akhirnya mereka akan membongkar rahasianya. Buktinya ia dan para pengikutnya hanyalah menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan yang menyepakati hawa nafsu mereka bukan berdasarkan penafsiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan para salaf” (Ad-Duror As-Saniyyah fi ar-rod ‘alaa al-wahhaabiyah hal 50)
Subhaanallah… begitu kejinya Dahlan menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengaku sebagai seorang nabi??.
Sungguh terlalu banyak perkataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab yang tegas menyatakan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi yang terakhir, penutup para nabi. Diantara perkataan beliau tersebut :
يعرف الإنسان أن الله لما خلقنا ما تركنا هملاً، بل أرسل إلينا الرسل، أولهم نوح، وآخرهم محمد عليهم السلام، وحقنا منهم خاتمهم، وأفضلهم محمد صلى الله عليه وسلم، ونحن آخر الأمم
“Manusia mengetahui bahwasanya tatkala Allah menciptakan kita Allah tidak membiarkan kita begitu saja, akan tetapi Allah mengutus para rasul kepada kita. Rasul yang pertama adalah Nuh, dan yang terakhir adalah Muhammad ‘alaihimus sallam. Dan dari para rasul tersebut kita kebagian Rasul yang terakhir dan yang paling mulia yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita adalah umat yang terakhir” (Ad-Duror as-Saniyyah 1/168)
Beliau juga berkata :
وأولهم نوح عليه السلام وآخرهم محمد صلى الله عليه وسلم وهو خاتم النبيين، لا نبي بعده، والدليل قوله تعالى : ( ما كان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين)
“Rasul yang pertama adalah Nuh ‘alaihis salam, dan yang terakhir adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ia adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelahnya. Dan dalilnya adalah firman Allah ta’ala (Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.) [QS. Al Ahzab: 40]” (Ad-Duror As-Saniyyah 1/135)
Bahkan Syaikh mengkafirkan orang yang mengaku sebagai nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan yang membenarkan adanya nabi setelah Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam juga dihukumi kafir oleh Syaikh.
Beliau berkata :
فمن أشرك بالله تعالى كفر بعد إسلامه . . . أو ادعى النبوة، أو صدق من ادعاها بعد النبي صلى الله عليه وسلم
“Barang siapa yang berbuat syirik kepada Allah maka ia telah kafir setelah islamnya… atau mengaku sebagai nabi, atau membenarkan orang yagn mengaku sebagai nabi setelah Nabi (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Ad-Duror As-Saniyyah 10/88)
Beliau juga berkata :
هؤلاء أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قاتلوا بني حنيفة ، وقد أسلموا مع النبي – صلى الله عليه وسلم – وهم يشهدون أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، ويؤذنون ويصلون . فإن قال : إنهم يقولون : إن مسيلمة نبي ، فقل : هذا هو المطلوب ، إذا كان من رفع رجلا إلى رتبة النبي – صلى الله عليه وسلم – كفر وحل ماله ودمه ولم تنفعه الشهادتان ولا الصلاة ، فكيف بمن رفع شمسان أو يوسف ، أو صحابيَاَ ، أو نبيا إلى مرتبة جبار السماوات والأرض؟
“Mereka para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi Bani Hanifah –padahal Banu Hanifah telah masuk Islam di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mereka bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, mereka mengumandangkan adzan dan mereka sholat.
Jika ada yang berkata : “Akan tetapi Banu Hanifah (*dikafirkan dan diperangi karena) mereka mengatakan bahwa Musailamah adalah Nabi“, maka katakanlah : “Inilah yang dimaksud, jika seseorang yang mengangkat seseorang hingga derajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi kafir dan halal darah dan hartanya serta tidak bermanfaat dua kalimat syahadatnya dan juga sholatnya, maka bagaimana lagi dengan orang yang mengangkat Syamsan, atau Yusuf, atau sahabat, atau Nabi ke derajat Allah penguasa langit dan bumi ??!!” (Kasyf As-Subhaat hal 32)
Kedua : Tuduhan Dahlan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengkafirkan seluruh umat di atas muka bumi.
Berkata Ahmad Zaini Dahlan :
فكان يقول لهم : “إِنَّمَا أَدعوكم إلى التوحيد و ترك الشرك بالله” ويزين لهم القول وهم بوادي في غاية الجهل لا يعرفون شيئا من أمور الدين فاستحسنوا ما جاءهم به وكان يقول لهم “إني أدعوكم إلى الدين وجميع ما هو تحت السبع الطباق مشرِكٌ على الإِطلاق ومن قتل مشركا فله الجنة”
“Muhammad bin Abdil Wahab berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada tauhid dan meninggalkan kesyirikan kepada Allah”. Lalu Muhammad bin Abdil wahhab menghiasi perkataannya padahal mereka adalah orang-orang badui yang sangat bodoh dan sama sekali tidak memahami perkara-perkara agama. Maka merekapun menganggap baik apa yang dibawanya. Ia juga berkata, “Aku menyeru kalian kepada agama, dan seluruh yang ada dibawah tujuh lapis langit secara mutlak adalah musyrik, dan barang siapa yang membunuh seorang musyrik maka ia masuk surga” (Ad-Duror As-Saniyyah fi Ar-Rod ‘ala al-Wahhaabiyah hal 46-47, buku ini bisa di download di http://www.4shared.com/rar/luyiTrMA/_____.html). Perkataan Ahmad Zaini Dahlan ini dinukil oleh Idahram dalam bukunya pada halaman 68.
Ini adalah kedustaan yang nyata dan konyol…. Sejauh itukah kebencian Dahlan kepada dakwah Salafy sehingga nekat menuduh dengan tuduhan seperti ini !!!. Telah lalu penjelasan sikap Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab terhadap takfiir (pengkafiran), silahkan para pembaca kembali membaca ulasannya.
Inilah sosok Ahmad Zaini Dahlan yang dijadikan rujukan oleh idahram dalam menggambarkan kekejian kaum salafy wahabi. Yang semua tuduhan kebengisan tersebut semuanya hanyalah dusta.
Para pembaca yang budiman jangan heran dengan sikap Ahmad Zaini Dahlan yang nekat menuduh dengan tuduhan keji… semua ini dikarenakan ia sangat benci kepada kaum wahabi dan menganggap kaum wahabi seperti yahudi dan munafiq. (sebagaimana akan datang penjelasnnya)
Nukilan Idahram dari kitab Al- Jibrati.
Idahram berkata, ((Ulama sejarah terkenal berfaham wahabi yang bernama Syaikh Abdurrahman al-Jibrati mengakui kenyataan itu. Dalam bukunya yang berjudul Taariikh ‘Ajaib al-Atsar fi at-Taroojum wa al-Akhbaar, ia menyatakan :
حاربوا الطائف وحاربَهم أهلُها ثلاثة أيام حتّى غلبوا فأخذ البلدةَ الوهابيون، واستولوا عليها عنوة، وقتلوا الرجال وأسروا النساء والأطفال، وهذا رأيهم مع من يحاربهم
“Mereka (salafy Wahabi) menyerang Thaif dan memerangi penduduknya selama tiga hari, sehingga mereka takluk. Lalu orang-orang wahabi ini mengambil alih kota itu dan menguasainya secara semena-mena. Mereka membunuh kaum lelakinya, menyandera perempuan dan anak-anaknya. Begitulah pendapat mereka terhadap orang-orang yang mereka perangi” (Muhammad Adib Ghalib : Min akhbaar al-Hijza wa an-Najd fi Taariikh al-Jibrati, Dar al-Yamamah li al-Bahts wa at-Tarjamah, cet-1, hal 90), demikian perkataan Idahram dalam bukunya hal 81
Idahram membawakan nukilan ini dalam rangka untuk menguatkan bahwasanya kaum wahabi memang bengis dalam berperang.
Akan tetapi pada nukilan ini ada catatan-catatan berikut :
Pertama : Penukilan langsung dari kitab aslinya sebagai berikut :
“Pada tanggal 15 Dzulhijjah –bertepatan tangga 18 April 1803 M- tiba surat utusan dari negeri Hijaz mengabarkan dalam surat tersebut bahwasanya kaum wahabi telah menuju ke arah kota Thoif. Maka Syarif gebernur Mekah –syarif Gholib- pun keluar menuju mereka dan memerangi mereka, maka merekapun mengalahkannya, maka iapun kembali ke kota Thaif lalu membakar rumahnya yang ada di sana, lalu kabur menuju Mekah. kaum wahabipun masuk ke kota Thaif dan pimpinan merea Al-Mudhooyifi adalah iparnya syarif Gholib (*suami saudara perempuan syarif Gholib), dan telah terjadi jarak/ketidak cocokan maka iapun pergi bersama kaum wahabi dan meminta kepada Su’ud al-Wahhabi untuk mengangkatnya sebagai pemimpin pasukan perang untuk memerangi syarif. Maka dikabulkanlah permintaannya. Maka mereka (kaum wahabi) pun memerangi kota Thaif, dan penduduk kota Thaif memerangi mereka selama tiga hari namun mereka kalah. Maka kaum wahabipun mengambil alih kota Thaif dan menguasainya dengan paksa/kekerasan, mereka membunuh para lelaki, dan menawan para wanita dan anak-anak. Dan inilah kebiasaan mereka terhadap orang-orang yang memerangi mereka” (Min Akhbaar al-Hijaaz wa Najd, hal 90)
Pada nukilan di atas sangat jelas bahwasanya kaum wahabi tatkala menyerang kota Thaif tidaklah membunuh wanita dan anak-anak.
Kedua : Idahram melakukan perubahan dalam penukilannya, dalam kitab aslinya tertulis هذا دَأْبُهُمْ مع من يحاربهم “Dan inilah kebiasaan mereka terhadap orang yang memerangi mereka“. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap pertempuran mereka melawan musuh-musuh mereka, kaum wahabi tidak pernah membunuh para wanita, apalagi membunuh anak-anak !!!, karena itulah kebiasaan mereka tatkala menyikapi orang yang memerangi mereka.
Akan tetapi idahram merubah nukilan diatas sbb هذا رَأْيُهُمْ مع من يحاربهم “Begitulah pendapat mereka terhadap orang-orang yang mereka perangi“
Ada dua kesalahan yang dilakukan idahram, pertama yaitu merubah kata “kebiasaan mereka” menjadi “pendapat mereka“, tentunya jika diartikan “pendapat mereka” bisa jadi pendapat mereka adalah tidak membunuh kaum wanita dan anak-anak akan tetapi prakteknya bisa jadi berbeda. Akan tetapi jika diartikan “kebiasaan mereka” menunjukkan itulah praktek yang terjadi dalam peperangan mereka melawan musuh-musuh mereka, bahwasanya mereka sama sekali tidak pernah membunuh para wanita apalagi anak-anak.
Ketiga : Kesalahan kedua, idahram menerjemahkan ” orang yang memerangi mereka” dengan “orang-orang yang mereka perangi”. Tentunya ada perbedaan antara dua terjemahan ini. Karena kaum wahabi mereka tidak memerangi kecuali orang yang menentang dan melawan mereka. Adapun orang yang tidak menentang tidak mereka perangi. Kaum wahabi tidak membunuh dari kaum lelaki kecuali kaum lelaki yang menentang dan memerangi mereka, adapun yang tunduk maka tidak dibunuh.
Keempat : Bahkan Al-Jibrati menjelaskan kaum wahabi tidak mengejar kaum lelaki yang lari. Tatkala menjelaskan tentang peristiwa tahun 1226 H bulan dzulhijjah, Abdurrahman bin Hasan al-Jibrati berkata :
“… karena mereka (pasukan Baasyaa) telah mempersiapkan perahu-perahu di pinggiran pantai Al-Buraik untuk kehati-hatian (*digunakan untuk kabur jika mereka kalah-pen). Maka timbulah rasa takut dalam hati mereka, dan mereka menyangka bahwasanya kaum wahabi mengejar mereka, akan tetapi kenyataannya tidak seorangpun dari kaum wahabi yang mengejar mereka, karena mereka (kaum wahabi) tidaklah mengejar orang yang lari. Kalau seandainya kaum wahabi mengejar mereka tentunya tidak tersisa seorangpun dari mereka” (‘A 4/222)
Sebagaimana dalam nukilan di atas juga sangatlah jelas, tatkala syarif Gholib kabur maka tidaklah di kejar oleh kaum wahabi untuk dibunuh. Jadi kaum wahabi hanya memerangi orang yang menentang.
Kelima : Adapun menawan/menyandera para wanita dan anak-anak maka ini merupakan kedustaan yang nyata. Sama sekali tidak pernah terjadi dalam peperangan manapun. Bahkan mereka menyikapi orang-orang yang tidak memerangi mereka sesuai syar’i. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh Muhammad Adiib Gholib dalam kitabnya “Min Akhbaar al-Hijaaz wa Najd” hal. 90-91
Penjelasan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Tentang Tuduhan-Tuduhan Dusta
Berikut pemaparan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tentang pemahaman beliau dan bantahan terhadap tuduhan dusta terhadap beliau. beliau berkata :
ونحن أيضاً : في الفروع، على مذهب الإمام أحمد بن حنبل، ولا ننكر على من قلد أحد الأئمة الأربعة، دون غيرهم، لعدم ضبط مذاهب الغير ؛ الرافضة، والزيدية، والإمامية، ونحوهم ؛ ولا نقرهم ظاهراً على شيء من مذاهبهم الفاسدة، بل نجبرهم على تقليد أحد الأئمة الأربعة .
Dan kami dalam permasalahan furuu’ berada diatas madzhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal, dan kami tidak mengingkari siapapun yang taqlid kepada salah seorang dari empat imam madzhab bukan selain mereka, karena madzhab selain 4 madzhab tidak teratur. Adapun rofidhoh, zaidiyah, dan Imamiyah, serta yang semisalnya maka kami tidak membenarkan mereka –secara terang-terangan- atas sedikitpun dari madzhab-madzhab mereka yang rusak ini, akan tetapi kami memaksa mereka untuk bertaqlid kepada salah satu dari empat imam madzhab.
ولا نستحق مرتبة الاجتهاد المطلق، ولا أحد لدينا يدعيها، إلا أننا في بعض المسائل، إذا صح لنا نص جلي، من كتاب، أو سنة غير منسوخ، ولا مخصص، ولا معارض بأقوى منه، وقال به أحد الأئمة الأربعة : أخذنا به، وتركنا المذهب، كارث الجد والأخوة، فإنا نقدم الجد بالإرث، وإن خالف مذهب الحنابلة .
Kami tidak berhak mendapatkan tingkatan mujtahid mutlaq, dan tidak ada seorangpun dari kami yang mengaku-ngaku sebagai mujtahid mutlaq, hanya saja kami dalam sebagian permasalahan –jika telah shahih di sisi kami dalil yang jelas dan terang dari al-Qur’an ataupun sunnah yang tidak mansuukh dan tidak dikhususkan, serta tidak ada dalil yang lebih kuat yang menghalangi, dan pendapat tersebut merupakan pendapat dari salah satu dari empat imam madzhab-, maka kami mengambil pendapat tersebut, dan kami tinggalkan madzhab hanbali. Seperti permasalahan warisan kakek dan ikhwah, maka kami mendahulukan kakek untuk mendapatkan warisan, dan kami menyelisihi madzhab hanbali
ولا نفتش على أحد في مذهبه، ولا نعترض عليه، إلا إذا اطلعنا على نص جلي، مخالفاً لمذهب أحد الأئمة ، وكانت المسألة مما يحصل بها شعار ظاهر، كإمام الصلاة، فنأمر الحنفي، والمالكي مثلاً، بالمحافظة على نحو الطمأنينة في الاعتدال، والجلوس بين السجدتين، لوضوح دليل ذلك ؛ بخلاف جهر الإمام الشافعي بالبسملة، فلا نأمره بالأسرار، وشتان ما بين المسألتين ؛ فإذا قوي الدليل : أرشدناهم بالنص، وإن خالف المذهب، وذلك يكون نادراً جداً، ولا مانع من الاجتهاد في بعض المسائل دون بعض، فلا مناقضة لعدم دعوى الإجتهاد، وقد سبق جمع من أئمة المذاهب الأربعة، إلى اختيارات لهم في بعض المسائل، مخالفين للمذهب، الملتزمين تقليد صاحبه .
Dan kami tidak memeriksa seorang pun tentang apa madzhabnya, dan kami tidak memprotesnya, kecuali jika kami mendapati nash/dalil yang sangat jelas yang menyelisihi madzhab salah satu dari para imam, dan selain itu permasalahannya menimbulkan syi’ar agama yang nampak. Seperti imam sholat, maka kami memerintahkan imam yang bermadzhab hanafi dan yang bermadzhab maliki –contohnya- untuk tetap menjaga tuma’ninah tatkala I’tidal dalam sholat, tatkala duduk diantara dua sujud, karena dalilnya sangat jelas. Berbeda dengan permasalahan menjaharkan membaca basmalah, maka kami tidak memerintahkannya untuk membaca dengan sir. Tentunya ada perbedaan antara dua permasalahan ini. Maka jika dalil kuat kami mengarahkan mereka untuk mengikuti nash/dalil meskipun menyelisihi madzhab, dan yang seperti ini jarang sekali terjadi. Dan tidak ada halangan untuk berijtihad dalam sebagian permasalahan dan tidak berijtihad pada permasalahan yang lain, dan tidak ada pembatalan dengan dalil ijtihad. Sejumlah ulama madzhab telah mendahului dalam pilihan-pilihan fiqih mereka pada sebagian permasalahan fiqih, mereka menyelisihi madzhab mereka, dengan tetap berpegang pada mengikuti imam madzhab.
ثم إنا نستعين على فهم كتاب الله، بالتفاسير المتداولة المعتبرة، ومن أجلها لدينا : تفسير ابن جرير، ومختصره لابن كثير الشافعي، وكذا البغوي، والبيضاوي، والخازن، والحداد، والجلالين، وغيرهم . وعلى فهم الحديث، بشروح الأئمة المبرزين : كالعسقلاني، والقسطلاني، على البخاري، والنووي على مسلم، والمناوي على الجامع الصغير .
ونحرص على كتب الحديث، خصوصاً : الأمهات الست، وشروحها ؛ ونعتني بسائر الكتب، في سائر الفنون، أصولاً، وفروعاً، وقواعد، وسيراً، ونحواً، وصرفاً، وجميع علوم الأمة .
Kemudian untuk memahami al-Qur’an kami memanfaatkan kitab-kitab tafsir yang tersebar dan teranggap, untuk membantu pemahaman kami. Dan yang paling baik adalah tafsir Ibnu Jarir dan ringkasannya karya Ibnu Katsir As-Syafii, demikian juga Al-Baghowi, Al-Baidhowi, Al-Khozin, Al-Haddaad, al-Jalaalain dan selainnya.
Untuk memahami hadits Nabi kami menggunakan penjelasan para imam yang terkenal seperti Ibnu Hajr al-‘Asqolaani, al-Qostholaani untuk shahih Al-Bukhari, dan Imam An-Nawawi untuk shahih Muslim, penjelasan Al-Munaawi untuk memahami al-Jaami’ as-Shaghiir. Dan kami sangat perhatian untuk kitab-kitab hadits khususnya al-Kutub as-Sittah dan syarah-syarahnya, dan kami juga perhatian dengan kitab-kitab lainnya dalam bidang-bidang ilmu lainnya, baik permasalahan ushul (pokok) atau furuu’ (cabang), baik dalam ilmu qowa’id, shirah, nahwu, shorf, dan seluruh cabang ilmu umat ini.
ولا نأمر باتلاف شيء من المؤلفات أصلاً، إلاّ ما اشتمل على ما يوقع الناس في الشرك، كروض الرياحين، أو يحصل بسببه خلل في العقائد، كعلم المنطق، فإنه قد حرمه جمع من العلماء، على أنا لا نفحص عن مثل ذلك، وكالدلائل، إلاّ إن تظاهر به صاحبه معانداً، أتلف عليه ؛ وما اتفق لبعض البدو، في اتلاف بعض كتب أهل الطائف، إنما صدر منه لجهله، وقد زجر هو، وغيره عن مثل ذلك .
Dan kami sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk merusak kitab-kitab, kecuali kitab yang mengandung perkara yang bisa menjerumuskan masyarakat kepada kesyirikan, seperti kitab Roud ar-Royaahiin, atau kitab yang menyebabkan kerancuan dalam aqidah seperti ilmu filsafat, karena sejumlah ulama telah mengharamkan mempelajari filsafat. Meskipun kami tidak mengecek/memeriksa masyarakat untuk mencari kitab-kitab yang seperti ini. Demikian juga kitab ad-Dalaail. Kecuali jika pemilik kitabnya menampakkan penentangan maka akan dirusak kitab tersebut.
Adapun perkara yang kebetulan terjadi yang dilakukan oleh arab badui yang merusak sebagian buku-buku penduduk Thaif maka itu hanyalah karena kebodohannya, ia dan yang lainnya telah diperingatkan keras dari perbuatan seperti itu.
مما نحن عليه : أنا لا نرى سبي العرب، ولم نفعله، ولم نقاتل غيرهم، ولا نرى قتل النساء والصبيان .
وأما ما يكذب علينا : ستراً للحق، وتلبيساً على الخلق، بأنا نفسر القرآن برأينا، ونأخذ من الحديث ما وافق فهمنا، من دون مراجعة شرح، ولا معول على شيخ، وأنا نضع من رتبة نبينا محمد صلى الله عليه وسلم بقولنا، النبي رمة في قبره، وعصا أحدنا أنفع له منه، وليس له شفاعة، وأن زيارته غير مندوبة، وأنه كان لا يعرف معنى لا إلَه إلا ّ الله، حتى أنزل عليه فاعلم أنه لا إلَه إلا ّ الله، مع كون الآية مدنية، وأنا لا نعتمد على أقوال العلماء، ونتلف مؤلفات أهل المذاهب، لكون فيها الحق والباطل، وأنا مجسمة، وأنا نكفر الناس على الإطلاق أهل زماننا، ومن بعد الستمائة، إلا من هو على ما نحن عليه .
Dan termasuk yang kami yakini adalah kami tidak memandang bolehnya menawan kaum arab, dan kami tidak pernah melakukannya, dan kami tidak pernah memerangi selain mereka. Kami tidak memandang bolehnya membunuh para wanita dan anak-anak.
Adapun apa yang mereka dustakan tentang kami –dalam rangka menutup kebenaran dan merancukan kebenaran terhadap masyarakat- yaitu bahwasanya kami menafsirkan al-Quran dengan pemikiran kami saja, dan kami hanya mengambil hadits-hadits yang sesuai dengan hawa pemahaman kami tanpa kembali kepada syarah/penjelasan dan tidak kembali kepada seorang gurupun, bahwasanya kami merendahkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan kami “Nabi hanyalah bangkai di kuburan, dan tongkat salah seorang dari kami lebih bermanfaat daripada beliau, bahwasanya beliau tidak memiliki syafaat, dan menziarahi beliau tidak dianjurkan, bahwasanya beliau tidak memahami makna laa ilaah illallah hingga diturunkan kepada beliau firman Allah
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah” (QS Muhammad : 19)
Padahal ayat ini adalah madaniyah (diturunkan di kota Madinah), dan bahwasanya kami tidak memandang perkataan para ulama, dan kami merusak kitab-kitab madzhab karena dalam kitab-kitab tersebut tercampur kebenaran dan kebatilan, dan kami adalah kaum mujassimah, serta mengkafirkan secara mutlak seluruh penduduk di zaman kami, dan kami mengkafirkan sejak tahun 600 hijriyah, kecuali orang-orang yang sesuai dengan pemahaman kami.
ومن فروع ذلك : أنا لا نقبل بيعة أحد إلا بعد التقرير عليه بأنه كان مشركاً، وأن أبويه ماتا على الإشراك بالله، وإنا ننهى عن الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم، ونحرم زيارة القبور المشروعة مطلقاً، وأن من دان بما نحن عليه، سقطت عنه جميع التبعات، حتى الديون، وأنا لا نرى حقاً لأهل البيت – رضوان الله عليهم – وأنا نجبرهم على تزويج غير الكفء لهم، وأنا نجبر بعض الشيوخ على فراق زوجته الشابة، لتنكح شاباً، إذا ترافعوا إلينا، فلا وجه لذلك ؛ فجميع هذه الخرافات، وأشباهها لما استفهمنا عنها من ذكر أولاً، كان
جوابنا في كل مسألة من ذلك، سبحانك هذا بهتان عظيم ؛ فمن روى عنا شيئاً من ذلك، أو نسبه إلينا، فقد كذب علينا وافترى
Dan diantara pengembangan kedustaan-kedustaan tentang kami yaitu bahwasanya kami tidak menerima bai’at seorangpun kecuali setelah ia mengaku bahwasanya ia dahulu seorang musyrik, dan bahwasanya kedua orang tuanya meninggal dalam keadaan musyrik, dan bahwasanya kami melarang untuk bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, kami melarang secara mutlak untuk meziarahi kuburan yang disyariat’akan, dan barangsiapa yang beragama dengan keyakinan kami maka segala tuntutan dan tanggungannya gugur, bahkan hutang-hutangnya gugur. Bahwasanya kami tidak memandang hak-hak para ahlul bait –semoga Allah meridhoi mereka-, dan kami memaksa mereka untuk menikah dengan orang-orang yang tidak sekufu (setara/semartabat) dengan mereka. Bahwasanya kami memaksa seorang tua untuk menceraikan istrinya yang muda agar istrinya yang muda tersebut menikah dengan lelaki yang muda juga, jika mereka mengangkat permasalahan mereka kepada kami maka semua ini tidak benar, dan yang semirip dengan ini, semuanya adalah khurofat.
Tatkala ada yang bertanya kepada kami tentang tuduhan-tuduhan dusta di atas maka jawaban kami terhadap setiap tuduhan : “Maha suci Engkau Yaa Allah, ini adalah kedustaan yang sangat besar”.
Barang siapa yang meriwayatkan dari kami sebagian dari kedustaan-kedustaan di atas, atau menisbahkannya kepada kami maka ia telah berdusta dan mengada-ngada atas nama kami.
ومن شاهد حالنا، وحضر مجالسنا وتحقق ما عندنا، علم قطعاً : أن جميع ذلك وضعه، وافتراه علينا، أعداء الدين، وإخوان الشياطين، تنفيراً للناس عن الإذعان، بإخلاص التوحيد لله تعالى بالعبادة، وترك أنواع الشرك، الذي نص الله عليه، بأن الله لا يغفره ( ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ) [ النساء :48] فإنا نعتقد : أن من فعل أنواعاً من الكبائر، كقتل المسلم بغير حق، والزنا، والربا، وشرب الخمر، وتكرر منه ذلك : أنه لا يخرج بفعله ذلك عن دائرة الإسلام، ولا يخلد في دار الانتقام، إذا مات موحداً بجميع أنواع العبادة .
Barang siapa yang menyaksikan kondisi kami, dan menghadiri majelis-majelis dan berusaha mengecek keyakinan kami maka pasti ia akan mengetahui bahwasanya seluruh tuduhan-tuduhan di atas merupakan kreasi musuh-musuh agama dan teman-teman para syaitan, dalam rangka untuk menjauhkan manusia dari sikap tunduk kepada Allah dengan mengikhlaskan tauhid kepada Allah dalam beribadah, dan meninggalkan berbagai macam kesyirikan, yang telah ditegaskan oleh Allah bahwasanya Allah tidak akan mengampuninya dan Allah mengampuni dosa-dosa selain kesyirikan bagi yang Allah kehendaki.
Kami meyakini bahwasanya barang siapa yang melakukan bermacam-macam dosa besar seperti membunuh muslim tanpa hak, berzina, praktik riba, minum khomr, dan hal ini ia lakukan berulang-ulang maka orang ini dengan perbuatannya tersebut tidak keluar dari lingkaran Islam, dan tidak kekal di tempat pembalasan (neraka) jika ia meninggal dalam keadaan bertauhid dengan seluruh jenis ibadah)). Demikian pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Ad-Duror as-Saniyyah 1/227-230.
Inilah aqidah kaum salafy wahabi, aqidah yang murni dan dibangun di atas al-haq.
Bersambung…
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com